Pengertian
Pandangan Hidup
Setiap manusia mempunyai pandangan hidup.
Pandangan hidup itu bersifat kodrati. Karena itu ia menentukan masa depan
seseorang. Untuk itu perlu dijelaskan pula apa arti pandangan hidup. Pandangan
hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman,
arahan, petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu mernpakan hasil
pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat
hidupnya.
Pandangan hidup sangat bermanfaat bagi
kehidupan individu, masyarakat, atau negara. Segala perbuatan, sikap, dan
aturan yang diwujudkan dalam berbagai bentuk, merupakan refleksi dari pandangan
hidup yang telah dirumuskan. Pandangan hidup sering disebut filsafat hidup.
Filsafat hidup sendiri diarti-konkritkan sebagai kecintaan atau kebenaran yang
bisa dicapai oleh siapapun. Maka dari itu, pandangan hidup dengan hakikat bisa
dicapai oleh siapapun itu, dan sangat diperlukan oleh tiap manusia.
Pandangan hidup banyak sekali macamnya dan
ragamnya. Akan tetapi pandangan hidup dapat diklasifikasikan berdasarkan
asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :
1. Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang
mutlak kebenarannya
2. Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan
kebudayaan dan norma yang terdapat pada negara tersebut.
3. Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang
relatif kebenarannya.
Pandangan hidup pada dasarnya mempunyai
unsur-unsur yaitu cita-cita, kebajikan, usaha, keyakinan / kepercayaan. Keempat
unsur ini merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan.
Cita-Cita
Menurut kamus umurn Bahasa Indonesia, yang
disebut cita-cita adalah keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam
pikiran. Baik keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang mau diperoleh
seseorang pada masa mendatang. Dengan demikian cita-cita merupakan pandangan
masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan datang.
Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau
belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu disebut angan-angan. Disini persyaratan
dan kemampuan tidak/ atau belum dipenuhi sehinga usaha untuk mewujudkan
cita-cita itu tidak mungkin dilakukan. Misalnya seorang anak bercita-cita ingin
menjadi dokter, ia belum sekolah, tidak mungkin berpikir baik, sehingga tidak
punya kemampuan berusaha mencapai cita-cita. Itu baru dalam taraf angan-angan.
Terdapat suatu jarak antara masa realita
seorang individu saat ini dengan masa cita-cita seorang individu tersebut suatu
saat nanti. Sudah tentu kadar atau tingkat cita-cita, kebajikan, dan sikap
hidup itu berbeda-beda tergantung kepada pendidikan, pergaulan, dan lingkungan
masing-masing.
Untuk itu, suatu cara, strategi, dan
kebijaksaan yang baik sangat diperlukan untuk mencapai masa cita-cita yang
ingin seorang individu itu dapatkan dari masa realitanya sekarang.
Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
di antara lain:
o Faktor manusia, untuk mencapai sesuatu,
yang tinggi dan lebih, dari yang saat ini diperoleh, seseorang harus punya
motivasi atau niat yang selalu pada akhirnya harus mencuat dari dalam dirinya
sendiri. Setelah itu, akan terbentuk suatu nilai kualitas dari dalam diri
manusia tersebut mengenai hal-hal-hal terkait dengan yang dicita-citakannya
itu.
o Faktor kondisi, terkadang banyak hal yang
membuat seseorang itu terkesan ‘mudah’ dalam meraih sukses dan ada juga
seseorang lain yang terkesan ‘sulit’ dalam meraih sukses. Hal inilah, kondisi,
yang berperan. Kondisi yang memperlambat tercapainya cita-cita merupakan faktor
yang menghambat; sedangkan kondisi yang memperlancar tercapainya cita-cita
merupakan faktor yang menguntungkan.
o Faktor tingginya cita-cita, sebenarnya
faktor ini merupakan buah penyelarasan dua faktor di atasnya yang telah disebutkan sebelumnya.
Diperlukan suatu kualitas yang baik dari diri pencita-cita; tentu saja harus
ada motivasi atau niat yang kuat dan baik dari dalam dirinya. Diperlukan suatu
kondisi yang mendukung atau faktor yang menguntungkan dari lingkungan sekitar
atau walaupun tidak, suatu kondisi yang kurang menguntungkan bisa disiasati
menjadi pro di pihak pencita-cita dengan cara mengatasi kelemahan dari sisi
yang menghambat itu tadi dengan sedikit pengorbanan.
Kebajikan
Kebajikan atau kebaikan pada hakikatnya
adalah perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dengan norma-norma agama atau
etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik dan
makhluk bermoral. Dia adalah seorang individu yang utuh, terdiri atas jiwa dan
raga. Dia memiliki hati yang pada hakikatnya lagi, memihak pada kebenaran dan
selalu mengeluarkan pendapat sendiri tentang pribadinya, perasaannya,
cita-citanya, dan hal-hal lainnya. Dari yang dirasakan manusia tersebut,
manusia cenderung lebih memihak pada kebaikan untuk dirinya sendiri. Inilah
yang membuat sebagian manusia ‘terpilih’ menjadi manusia egois, yang seringkali
seperti tidak mengenal kebajikan.
Untuk melihat apa itu kebajikan, kita
harus melihat dari tiga segi, yaitu :
o Manusia sebagai pribadi, yang menentukan
baik-buruknya adalah suara hati. Suara hati itu semacam bisikan dalam hati
untuk menimbang perbuatan baik atau tidak. Suara hati cenderung memilih yang
baik sebab itu ia selalu mendesak orang untuk berbuat yang baik bagi dirinya.
Oleh karena itu, apabila seseorang berbuat sesuatu sesuai dengan bisikan suara
hatinya, maka orang tersebut perbuatannya pasti baik. Sebaliknya, perbuatan
atau tindakan berlawanan dengan suara hati kita, maka perbuatan atau tindakan
itu buruk. Jadi suara hati itu merupakan hakim terhadap diri sendiri. Suara
hati sebenarnya telah memilih yang baik, namun manusia seringkali tidak mau
mendengarkan.
o Manusia sebagai anggota masyarakat atau
makhluk sosial,manusia hidup
bermasyarakat, saling membutuhkan, saling menolong, dan saling menghargai
anggota masyarakat. Suara hati manusia adalah baik, tetapi belum tentu suara
hati masyarakat menganggap baik sehingga terkadang terdapat suatu jurang
pemecah, seperti saling benci, saling menjatuhkan, dan lainnya. Akan tetapi,
manusia yang berada di tengah banyak orang tetaplah menjadi berstatus sebagai
anggota masyarakat dan tidak dapat membebaskan diri dari kemasyarakatan. Untuk
itulah, dibutuhkan suatu control.
o Manusia sebagai makhluk Tuhan, manusia sebagai ciptaan Tuhan
harus menyadari bahwa dirinya adalah bukan apa-apa tanpa rahmat-Nya. Tuhan akan
memberikan balasan kepada manusia yang datang membawa amal kebaikan dan
keburukannya.
Kebajikan manusia nyata dan dapat
dirasakan dalam tingkah lakunya. Karena tingkah laku bersumber dari pandangan
hidup, maka setiap orang memiliki tingkah laku sendiri-sendiri.
Terdapat tiga hal yang menjadi faktor yang
mungkin dapat menjadikan seorang individu memiliki sikap tertentu, yaitu:
1. Pembawaan (hereditas), sesuatu yang
diturunkan dari orang tua pada anaknya. Dalam kenyataan, ada dua orang
bersaudara kandung tapi pembawaannya berbeda dan itu disebabkan adanya prinsip
variasi dalam keturunan.
2. Lingkungan, merupakan alam
kedua yang melingkupi manusia dan di situ manusia baru akan terdidik dengan
sendirinya agar bisa melanjutkan hidup. Lingkungan itu membentuk jiwa seseorang
di mana pun dia berada. Dan dari situ dia akan belajar tentang ‘apa perannya’
dalam suatu kelompok masyarakat sekaligus membentuk pribadi yang sesuai dengan
keadaan yang mendukung emosionalnya.
3. Pengalaman, merupakan segala
sifat dari keadaan-keadaan, baik itu manis ataupun pahit yang dirasakan dan cenderung sering terbesit di
pikiran manusia. Pengalaman sendiri memberi ‘bekal’ yang selalu dipergunakan
sebagai pertimbangan sebelum manusia itu bertindak.
Usaha atau Perjuangan
Usaha atau perjuangan adalah bentuk kerja
keras untuk mewujudkan tujuan atau cita-cita. Tanpa adanya usaha, hidup manusia
tak ada artinya. Manusia diciptakan berakal dan berindra, di mana apa yang
dititipkan-Nya harus
dipotensialkan sesuai kemampuannya. Ada sebagian orang yang cenderung
menggunakan fisiknya daripadapikirannya. Hal tersebut sama dengan orang yang
cenderung menggunakan kemampuan berpikirnya daripada fisiknya, yaitu
sama-sama berjuang untuk meng-eksis-kan hidup. Mereka begitu karena tuntutan
kondisi, jaman, dan –sebagian kecil, integritas atau penghargaan.
Kerja keras pada dasarnya menghargai
dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Untuk itu, koordinasi waktu
yang bijak sangat diperlukan untuk mendapatkan hidup yang bermanfaat. Dalam
agama-pun diperintahkan untuk bekerja keras, sebagaimana hadits yang diucapkan
Nabi Muhammad saw., yang ditujukan untuk para pengikutnya, “Bekerjalah
Kamu seakan-akan Kamu hidup selama-lamanya dan beribadahlah
Kamu seakan-akan Kamu akan mati besok.” Allah Swt. Berfirman dalam
Al-Quran surat Ar-Ra’du ayat 11, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah
keadaan suatu kaum kecuali jika mereka mengubah keadaan diri
mereka sendiri.”Dalam bekerja keras, manusia dibatasi oleh kemampuan yang
membuat terjadinya perbedaan tingkat kemakmuran antarmanusia dan hal tersebut
sebenarnya suatu yang lumrah. Kelumrahan atau kewajaran yang dimaksud
berkaitan dengan hukum alam yang berlaku. Tak ada dermawan jika semua kaya dan
apa yang dimiliki si kaya benar-benar akan sia-sia. Begitu juga
sebaliknya, tak ada zaman jika semua miskin dan apa yangdinamakan zaman atau
peradaban benar-benar akan tidak ada.
Hukum alam memberlakukan prinsip
keseimbangan dan saling mengisi satu sama lain. Di mana tak ada
yang berlebihan dan tak ada yang kekurangan. Manusia itu punya rasa
kebersamaan dan belas kasihan antarsesamanyasehingga ketidakmampuan atau
keterbatasan yang menimbulkan kesenjangan dapat diatasi bersama secara
tolong-menolong.
Sikap Berpandangan Hidup yang Baik
Manusia memiliki pandangan hidup yang
berbeda-beda dalam meraih tujuan atau cita-cita masing-masing. Pandangan hidup
ini mau tidak mau akan menjadi pedoman untuk mengantarkan mereka pada tujuan
atau cita- cita tersebut. Maka yang sebaiknya dilakukan manusia adalah
memikirkan, merancang, atau menentukan langkah- langkah berpandangan hidup yang
baik.
Adapun langkah-langkah yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
o Mengenal, merupakan tahap pertama bagi
manusia di setiap aktivitas hidupnya dalam hal ini untuk mengetahui apa itu
pandangan hidup.
o Mengerti, merupakan tahap kedua bagi
menusia untuk lebih mendekati apa itu hakikat dari pandangan hidup.
o
Menghayati,
merupakan tahap selanjutnya dari usaha manusia untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai pandangan hidup itu
sendiri.
o Meyakini, merupakan tahapan yang telah
menerima hakikat sesuatu untuk selanjutnya akan dijadikan pandangan hidup
secara ikhlas. Pada tahap ini manusia biasanya telah mendapat pengertian dari
kebenaran dan validitas, baik secara kemanusiaan.
o Mengabdi, merupakan sesuatu hal yang
penting dalam menghayati dan meyakini sesuatu yang telah dibenarkan dan
diterima baik oleh dirinya sendiri atau orang lain.
o Mengamankan, merupakan sesuatu yang dirasa
harus dilakukan manusia untuk mempertahankan pandangan hidup yang telah ia
tentukan dalam dirinya sehingga apabila terjadi kedisinkronisasian yang
mengancam pandangan hidupnya, si manusia tersebut cenderung akan melakukan
perlawanan.
Sumber :
http://www.scribd.com/doc/36876554/TUGAS-Manusia-Dan-Pandangan-Hidup
http://www.blogtopsites.com/outpost/4b2b1d02fa5d40ae9a5f5f256c2b1663
Komentar
Posting Komentar